Rabu, 09 Januari 2013

INDUSTRI BAHA PEWARNA DAN PENCELUP

INDUSTRI BAHAN PEWARNA DAN PENCELUP

A.    BAHAN PEWARNA 
1.      Pengenalan Bahan Pewarna
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna.
Bahan pewarna dan pigmen terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut, dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit.
 2.      Bahan Baku Pewarna
Sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya akar-akaran, beri-berian, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.

 3.      Pewarna Alami
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives”  karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi.
Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan (pada makanan), konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah. Contoh pewarna alami yaitu: karoten, biksin, karamel, klorofil, antosianin, daun jambu biji, kulit manggis, dll.

4.      Pewarna Sintetis
Pewarna organik pertama yang dibuat oleh manusia adalah mauveine. Pewarna sintetik ini ditemukan oleh William Henry Perkin pada tahun 1856. Sejak itu, berbagai jenis pewarna sintetik berhasil disintesis.
Pewarna sintetik secara cepat menggantikan peran dari pewarna alami sebagai bahan pewarna. Hal ini disebabkan karena biaya produksinya yang lebih murah, jenis warna yang lebih banyak, lebih stabil, dan kemampuan pewarnaan yang lebih baik. Pewarna sintetik diklasifikasikan berdasarkan cara penggunaan di proses pewarnaan. Secara umum, pewarna sintetik digolongkan sebagai :
·         Pewarna asam
·         Pewarna basa
·         Pewarna direct
·         Pewarna mordant
·         Pewarna vat
·         Pewarna reaktif
·         Pewarna disperse
·         Pewarna azo
·         Pewarna sulfur

 5.      Macam-Macam Pewarna
Penggolongan bahan pewarna adalah sebagai berikut:
·         Oksidasi basa, terutama untuk rambut dan bulu
·         Pewarna kulit, untuk bahan kulit
·         Pencerah floresens, untuk serat tekstil dan kertas
·         Pewarna solven, untuk kayu, solven tinta
·         Pewarna karbin, metode pewarnaan yang baru dikembangkan untuk mewarnai berbagai jenis substrat.

 6.      Proses Pewarnaan
a.      Proses Pewarnaan Pada Industri Tekstil
Proses pewarnaan pada tekstil umumnya meliputi proses berikut ini :
·         Proses pewarnaan (proses mordanting) untuk meningkatkan daya tarik zat warna terhadap bahan tekstil dan meningkatkan kerataan dan ketajaman zat warna. Mordanting dilakukan dengan cara merendam kain dalam air sabun netral atau larutan tawas dan soda abu.
·         Proses selanjutnya adalah pencelupan kain dalam pewarna yang diinginkan. Pencelupan yaitu pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan warna yang sama pada seluruh bahan tekstil dengan 3 komponen bahan utama yaitu zat warna, air dan obat bantu.
·         proses fiksasi/penguncian dengan larutan FeSO4, tawas dan kapur tohor agar warna tidak mudah luntur. Selain pewarnaan, bisa juga dilakukan bleaching untuk menghilangkan warna sehingga kain jadi putih bersih dan cemerlang. Agen bleaching yang umum dipakai adalah hidrogen peroksida.
·         Pencapan adalah pemberian warna pada bahan tekstil secara setempat pada permukaan bahan tekstil sehingga menimbulkan komposisi warna dan motif tertentu.
Proses pewarnaan diatas umumnya dilakukan di Industri tekstil. Untuk produk tekstil yang digunakan untuk kepentingan terbatas (biasanya menyangkut karya seni )ada juga cara pewarnaan lain seperti menggunakan teknik lukis, colet, air brush dsb.
b.      Proses Pewarnaan Pada Kulit Manggis Sebagai Pewarna Batik Alami
Pembuatan pewarna alami kain batik meliputi 2 tahap yaitu:
·         Pembuatan kulit manggis menjadi pewarna alam
Tahapan proses pembuatan pewarna alam adalah:
o   Kulit manggis dicuci, dikeringkan dan dihaluskan agar dalam ekstraksi mendapatkan hasil sempurna lalu diblender.
o   Kemudian dimasukkan dalam petroleum eter.
o   Setelah lemak dipisahkan kulit manggis diekstrak menggunakan etanol 95% sedangkan larutan basa berair diekstrak dengan klorofom agar tannin terpisah dengan senyawa lainnya,
o   Lalu diuapkan untuk mendapatkan kristal warna coklat yang digunakan untuk mewarnai batik.
·         Pembuatan kain batik dari pewarna kulit manggis tersebut.
Tahapan proses pembuatan kain batik adalah:
o   kain dibuat motifnya lebih dahulu setelah itu dilakukan perekatan dengan malam untuk menahan warna.
o   Proses berikutnya disebut medel yaitu pencelupan warna dasar kain pada zat warna yang berasal dari pengenceran kristal kulit manggis.
o   Dilanjutkan dengan menghilangkan malam klowongan dan pengunaan malam ketiga disambung dengan pencelupan zat warna yang kedua, ditambah memfiksasi kain dengan fiksator. Proses tersebut dilakukan berkali-kali sampai mendapatkan warna yang didinginkan.
o   Selanjutnya pembersihan seluruh malam yang menempel di kain dengan cara dimasak dalam air mendidih dengan ditambah air tapioka lalu dicuci dan dikeringkan dengan tidak terkena sinar matahari secara langsung.



B.     BAHAN PENCELUP 
1.      Pengenalan Bahan Pencelup
Pencelupan merupakan suatu upaya dalam meningkatkan nilai komersil dari barang. Nilai komersil ini menyangkut nilai indra seperti warna, pola dan mode, dan nilai-nilai guna yang tergantung dari apakah produk akhir dipakai untuk pakaian, barang-barang rumah tangga atau penggunaan lain. Lagi pula, nilai-nilai guna sebagai pakaian tergantung pada tingkatan yang dikehendaki dari sifat-sifat penyesuaian seperti misalnya sifat-sifat pemakaian, sifat-sifat pengolahan, sifat-sifat perombakan dan sifat-sifat sebagai cadangan. Nilai-nilai ini dapat diberikan dengan cara yang beraneka ragam oleh macam -macam bahan, seperti serat kapas, benang, kain tenun, dan kain rajut, bermacam-macam cara proses, termasuk pencelupan.
Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan secara merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Sebelum pencelupan dilakukan maka harus dipilih zat warna yang sesuai dengan serat. Pencelupan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik dengan menggunakan alat-alat tertentu pula.
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan kedalam larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Penyerapan zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi kesetimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya ditambahkan kedalam larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga diperoleh warna yang dikehendaki.

Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi tiga tahap, yaitu :
o   Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak, pada suhu tinggi gerakan molekul cepat. Kemudian bahan dimasukkan kedalam larutan celup. Serat dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena itu perlu penambahan zat – zat pembantu untuk mendorong zat warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut difusi zat warna dalam larutan.
o   Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga cukup besar dapat mengatasi gaya – gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut dapat terserap menempel pada permukaan serat. Peristiwa ini disebut adsorpsi.
o   Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat kepusat. Tahap ketiga merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran menentukan kecepatan celup.

2.      Gaya-Gaya Ikat Pada Pencelupan
Agar pencelupan dan hasil celupan baik dan tahan cuci, maka gaya ikatan antara zat warna dengan serat harus lebih besar daripada gaya – gaya yang bekerja antara zat warna dengan air. Pada dasarnya dalam pencelupan terdapat empat jenis gaya ikatan yang menyebabkan adanya daya serap yaitu ;
·         Ikatan Hidrogen
      Merupakan ikatan sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen pada gugus hidroksil atau amina mengadakan ikatan yang lemah dengan atom lainnya. Contoh : zat warna direk, naftol, dispersi.
·         Ikatan Elektrovalen
Ikatan antara zat warna dengan serat yang kedua merupakan ikatan yang timbul karena gaya tarik menarik antara muatan yang berlawanan. Contoh : Zat warna asam, zat warna basa.
·         Ikatan non polar/ Van der Waals
Pada proses pencelupan daya tarik antara zat warna dan serat akan bekerja lebih sempurna bila molekul – molekul zat warna tersebut berbentuk memanjang dan datar. Contoh : zat warna direk, zat warna bejana, belerang, dispersi, dan sebagainya.
·         Ikatan kovalen
Misalnya zat warna reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang sifatnya lebih kuat daripada ikatan – ikatan lainnya sehingga sukar dilunturkan.

3.      Bahan Baku Pencelup
Sumber utama bahan pencelup adalah air, cileting, sabun, cuka, dan dispersing Leveling.

4.      Metode Pencelupan
Metode pencelupan bermacam-macam tergantung efektifitas dan efisiensi yang akan diharapkan. Metode pencelupan bahan tekstil diantaranya adalah :
·         Metode pencelupan, Mc Winch, Jet/ over flow, package, dan beam.
1.      Metode normal proses, penambahan garam secara bertahap.
2.      Metode all – in proses.
3.      Metode migrasi proses.
4.      Metode isotermal proses.
·         Metode pencelupan cara jigger
·         Metode pencelupan cara pad – batch.

5.      Proses-Proses Pencelupan
Proses-proses pencelupan dbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
o   Singieng : Menghilangkan bulu yang timbul pada benang atau kain akibat gesekan yang terjadi pada proses pertenunan, proses ini dimaksudkan supaya permukaan kain akan menjadi rata, sehingga pada proses pencelupan akan didapatkan warna yang rata dan cemerlang.
o   Dezising : Menghilangkan zat kanji yang melapisi permukaan kain atau benang, sehingga dengan hilangnya kanji tersebut penyerapan obat kimia kedalam kain tidak terhalang.
o   Scouring : Menghilangkan pectin, lilin, lemak dan kotoran atau debu yang ada pada serat kapas. Zat ini akan menolak pembasah air sehingga kapas yang belum dimasak susah dibasahi yang menyebabkan proses penyerapan larutan obat kimia dalam proses berikutnya tidak terjadi dengan sempurna.
o   Bleaching : Menghilangkan zat pigmen warna dalam serat yang tidak bisa hilang pada saat proses scouring, sehingga warna bahan menjadi lebih putih bersih dan tidak mempengaruhi hasil warna pada saat proses pencelupan dan pemutihan optical.
o   Mercerizing : Memberikan penampang serat yang lebih bulat dengan melepaskan putaran serat atau reorientasi dari rantai molekul selulosa menyebabkan deretan kristalin yang lebih sejajar dan teratur. Proses ini akan menambah kilap, daya serap terhadap zat warna bertambah, memperbaiki kestabilan dimensi, kekuatan tarik bertambah, memperbaiki dan menghilangkan efek negative kapas yang belum matang/kapas mati.
Setelah selesai pengerjaan tersebut pencelupan dapat dilakukan misalnya pencelupan dengan sistem exhoution/ perendaman dan sistem kontinyu. Dalam proses ini yang pertama dilakukan adalah persiapkan air dengan perbandingan 1/10 lalu masukkan zat pembantu terdiri dari cileting, sabun, cuka, Dispersing Leveling dengan temperatur panas sebesar 30oC selama 30 menit, lalu masukkan zat warna, naikkan menjadi 60oC selama 10 menit, lalu untuk warna muda naikkan suhu sampai 130oC selama 30 menit dan 60 menit untuk warna tua dengan suhu konstan. Setelah itu proses pendinginan (cooling) sampai 80oC dan mencapai suhu tersebut butuh 15 menit. Setelah itu air dibuang dari dalam tabung lalu dilakukan pembilasan kembali dengan air biasa.

6.      Proses Pencelupan dengan Zat Warna Reaktif
Pada prinsipnya proses pencelupan dengan zat warna reaktif adalah dengan mensirkulasikan bahan dengan larutan zat warna dan beberapa obat pembantu, dengan konsentasi tertentu selama waktu dan temperatur tertentu menggunakan mesin pencelupan.
a.        Metode Penambahan Garam Secara Bertahap

b.         Metode Penambahan Garam diawal Proses


Metoda ini lebih cocok digunakan untuk warna-warna celupan sedang sampai tua dan untuk mesin dengan sirkulasi larutan celup dan bahan tekstilnya ,contohnya mesin Jet Dyeing , Jet Flow.

 7.      Hal – hal yang mempengaruhi proses pencelupan.
o    Pengaruh elektrolit
Pada intinya penambahan elektrolit kedalam larutan celup adalah memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh serat, meskipun beraneka zat warna akan mempunyai kesepakatan yang berbeda.
o   Pengaruh Suhu
Pada umumnya peristiwa pencelupan adalah eksotermis. Maka dalam keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu yang tinggi akan lebih sedikit bila dibandingkan penyerapan pada suhu yang rendah. Akan tetapi dalam praktek keadaan setimbang tersebut sukar dapat dicapai hingga pada umumnya dalam pencelupan memerlukan pemanasan untuk mempercepat reaksi
o   Pengaruh perbandingan larutan
Perbandingan larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Dalam kurva isotherm terlihat bahwa kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya penyerapan.
Maka untuk mencelup warna-warna tua diusahakan untuk memakai perbandingan larutan celup yang kecil, sehingga zat warna yang terbuang atau hilang hanya sedikit. Untuk mengurangi pemborosan dalam pemakian zat warna dapat mempergunakan larutan simpan bekas (standing bath) celupan. Dengan menambahkan zat warna baru pada larutan bekas tadi maka dapat diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti semula.
o   Pengaruh pH
Penambahan alkali mempunyai pengaruh menambah penyerapan. Meskipun demikian kerap kali dipergunakan soda abu untuk mengurangi kesadahan air yang dipakai atau untuk memperbaiki ke larutan zat warna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar